Oleh: Qyu Ahmad
Link Download Gratis:
Outline : http://adf.ly/1LpQHD
Bab 1 : http://adf.ly/1LpQYS
Bab 2 : http://adf.ly/1LpQdS
Bab 3 : http://adf.ly/1LpQjz
Daftar Pustaka: http://adf.ly/1LpQrs
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................. ii
DAFTAR ISI .......................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................... 1
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Istinja ..................................................... 2
B. Tata Cara Istinja ..................................................... 3
C. Adab Dalam Beristinja ............................................ 6
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 9
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah telah menjelaskan syari’at Islam dengan sempurna. Tidaklah ada sesuatupun dari perkara yang kecil maupun yang besar, dari perkara-perkara yang bersentuhan dengan kehidupan dan kemaslahatan umat manusia, hingga adab istinja’ dan buang hajat, kecuali telah dijelaskan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam telah mengabarkan dalam suatu riwayat yang shahih, bahwa ada seorang yang di adzab dalam kuburnya dengan sebab tidak membersihkan dirinya dari kencing yang menimpa dirinya, dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam telah mengabarkan pula bahwa kebanyakan siksa kubur adalah dari sebab kencing. Hal ini memberikan gambaran kepada kita, bahwa perkara yang berkaitan dengan adab istinja’ dan buang air, sangatlah penting untuk diketahui dan kemudian kita praktekkan dalam kehidupan kita.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang masalah istinja baik tata cara beristinja maupun adab-adab dalam beristinja.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Istinja
Istinja’ yaitu membasuh dubur dan qubul dari najis (kotoran) dengan menggunakan air yang suci lagi mensucikan atau batu yang suci dan benda-benda lain yang menempati kedudukan air dan batu, yang dilakukan setelah kita buang air. Air adalah seutama-utama alat bersuci, karena ia lebih dapat mensucikan tempat keluarnya kotoran yang keluar dari dubur dan qubul, dibandingkan dengan selainnya
Allah swt berfirman yang artinya: “Janganlah kamu sholat dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa (Masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalam masjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Sesungguhnya Alloh menyukai orang-orang yang bersih.” (QS. at Taubah :108)
Istinja’ dengan menggunakan batu, kayu, kain dan segala benda yang menempati kedudukannya (yang dapat membersihkan najis yang keluar dari dibur dan qubul) diperbolehkan menurut kebanyakan ulama. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam membolehkan istinja’ dengan menggunakan batu dan benda-benda lain yang dapat membersihkan najis yang keluar dari dubur dan qubul. Seseorang dikatakan suci dengan menggunakan batu dan benda lain yang suci apabila telah hilang najis dan basahnya tempat disebabkan najis, dan batu terakhir atau yang selainnya keluar dalam keadaan suci, tidak ada bekas najis bersamanya.
Beristinja’ dengan menggunakan batu dan selainnya tidaklah mencukupi kecuali dengan menggunakan tiga batu. Salman al Farizi radhiallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam melarang kami dari istinja’ dengan menggunakan tangan kanan atau kurang dari tiga batu.” (HR. Muslim)
Rasulullah saw tidak memperbolehkan seseorang untuk beristinja` dengan menggunakan tulang ataupun suatu benda yang dimuliakan. Salman al-Farisi radhiallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam melarang kami dari istinja’ dengan menggunakan kotoran binatang dan tulang.” (HR. Muslim)
B. Tata Cara Istinja
Tata cara seorang pemeluk suatu agama dalam beribadah kepada Tuhannya mempunyai aturan yang berbeda. Orang Jahiliyah misalnya, mereka menghadap sesuatu yang dipertuhankan dalam keadaan telanjang bulat, sebab keyakinan mereka pakaian itu memberikan kesan tidak baik. Lantaran pakaian sudah dipergunakan berbuat dosa sehingga tidak layak dipakai untuk beribadat kepada Tuhan.
Tetapi lain halnya dengan agama Islam yang justru mensyariatkan kesucian luar-dalam (dzahiran wa batinan) untuk melakukan ibadah. Aspek luar (dzahir) meliputi badan, pakaian dan tempat yang harus suci dari najis. Sedangkan sisi dalam (batin) harus juga suci dari hadats basar atau kecil (al-hadats al-ashghar wa al-akbar). Hukum pelaksanaan penyucian ini wajib, karena menjadi pintu dari keabsahan ibadah yang hukum wajib, seperti shalat, sebagaimana disebutkan dalam kaidah fiqih: “Sesutu yang menyempurnakan perkara wajib, maka sesutu itu hukumnya wajib”
Kalau hukum shalat wajib, maka wudlu hukumnya juga wajib karena menjadi sesuatu yang menyempurnakan pelaksanaan ibadah shalat. Sebagaimana untuk mensucikan diri dari hadats dengan wudlu, maka cara mensucikan diri dari najis yang keluar dari dua lubang depan dan belakang (qubul wa dubur) dengan istinja’ (membersihkan diri).
Pada suatu hari Nabi Muhammad saw, memberikan pengajaran tentang tata cara istinja’ yang benar, “jika kalian membuang hajat (membuang air besar/kecil), maka ber- istinja’-lah dengan tiga batu !” Begitulah tata cara membersihkan diri dari kotoran yang keluar dari dua jalan dalam tubuh kita pada periode pertama. Pada masa berikutnya Allah swt, memberikan isyarat tentang kebersihan dan kesucian dengan menurunkan wahyu-Nya yang artinya “Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah swt, mnyukai orang-orang yang bersih.” (QS. Taubah:109).
Dalam ayat ini Allah swt, memuji penduduk Quba’ dalam hal tata cara bersuci. Tatkala Rasulallah saw, menanyakan tentang prihal tersebut kepada mereka, orang-orang Quba’ itu menjawab bahwa tata cara bersuci yang dilaksanakan ialah dengan menggunakan batu terlebih dahulu kemudian dengan air. Sejarah ini lalu dijadikan sumber ketetapan hukum dalam hal tata cara bersuci yang lebih baik (afdhal) dalam Islam.
Dari peristiwa inilah, sesuatu yang digunakan untuk membersihkan diri (istinja’) adalah air dan batu. Apabila air tidak ada, maka diperbolehkan dengan batu atau yang semakna dengan batu. adapun syarat-syarat penggunaan istinja’ dengan batu sebagai berikut:
1. harus terdiri dari tiga batu atau satu batu dengan tiga sudut, meski umpama kebersihan sudah diperoleh tanpa tiga batu atau satu batu dengan tiga sudut.
2. harus bisa membersihkan najis dari tempat keluar kotoran.
3. najis yang akan disucikan tidak boleh sampai kering. Karena apabila sampai kering, maka batu tidak dapat menghilangkan najis dengan seketika. Jika najis itu kering seluruhnya atau sebagian, maka cara bersuci dengan menggunakan air.
4. najis tidak boleh berpindah dari tempat asalnya (tempat keluarnya kotoran).
5. tidak ada sesuatu yang lain, seperti najis lain atau sesuatu yang suci (misalnya air) selain keringat.
6. sesuatu yang keluar itu tidak melapaui/mengenai tampat sekitar keluarnya kotoran (dubur, saat buang air besar atau ujung dzakar/qubul, ketika buang air kecil).
7. najis tidak terkena air (yang bisa mensucikan) atau cairan, walaupun air/cairan itu suci, setelah dan atau sebelun ber-istinja’. Dari ketetapan ini, maka dengan batu yang basah tidak sah, karena batu tersebut menjadi najis.
8. batu yang digunakan harus suci, bukan yang terkena najis (al-mutanajjis).
Tata cara bersuci tersebut merupakan bagian dari dispensasi (min al-rukhas) dan ciri khas (min al-khususiyat) umat Nabi Muhammad saw. Dari sisi medis, setelah diadakan penelitian oleh para ahli kesehatan ternyata batu mengandung zat antibiotik.
Adapun istinja’ dengan sesuatu yang semakna dengan batu memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
1. sesuatu itu suci.
2. harus bisa menghilangkan najis secara efektif dari tempatnya keluarnya kotoran menurut pendapat yang sahih.
3. bukan sesuatu yang dimuliakan secara syariat, seperti sesuatu yang di makan, menurut pendapat yang sahih.
C. Adab Dalam Beristinja
Untuk mempermudah pembahasan, maka adab-adab ini secara umum kami bagi menjadi dua bagian:
1. Hal-hal yang disyariatkan dalam istinja
a. Disunnahkan beristinja` dengan menggunakan air, karena dia lebih menyucikan dan lebih membersihkan tempat keluarnya najis.
b. Dianjurkan masuk ke wc dengan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan.
c. Sebelum masuk ke wc, disunnahkan membaca doa: “Bismillah, Allahumma inni a’udzu bika minal khubutsi wal khobaits (Bismillah, Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari setan lelaki dan setan wanita).”
d. Diwajibkan untuk menjaga aurat ketika istinja, jangan sampai auratnya terlihat oleh orang lain, selain istri dan budaknya.
e. Diwajibkan untuk menjaga tubuh dan pakaian dari najis ketika buang air.
f. Disunnahkan menggosokkan tangan kiri ke tanah atau mencucinya dengan sabun setelah melakukan istinja.
2. Hal-hal yang dilarang dalam istinja
a. Dimakruhkan berbicara dengan pembicaraan yang berhubungan dengan keagamaan.
b. Berdasarkan dalil-dalil di atas, maka dimakruhkan juga membawa mushaf atau buku atau yang semisalnya, kalau di dalamnya terdapat ayat Al-Qur`an atau zikir kepada Allah.
c. Diharamkan menghadap dan membelakangi kiblat (Ka’bah) dalam buang air secara mutlak, baik di luar bangunan maupun di dalam bangunan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Istinja’ yaitu membasuh dubur dan qubul dari najis (kotoran) dengan menggunakan air yang suci lagi mensucikan atau batu yang suci dan benda-benda lain yang menempati kedudukan air dan batu, yang dilakukan setelah kita buang air. Air adalah seutama-utama alat bersuci, karena ia lebih dapat mensucikan tempat keluarnya kotoran yang keluar dari dubur dan qubul, dibandingkan dengan selainnya.
2. Agama Islam yang justru mensyariatkan kesucian luar-dalam (dzahiran wa batinan) untuk melakukan ibadah. Aspek luar (dzahir) meliputi badan, pakaian dan tempat yang harus suci dari najis. Sedangkan sisi dalam (batin) harus juga suci dari hadats basar atau kecil (al-hadats al-ashghar wa al-akbar). Hukum pelaksanaan penyucian ini wajib, karena menjadi pintu dari keabsahan ibadah yang hukum wajib.
3. Adab-adab ini secara umum kami bagi menjadi dua bagian: Hal-hal yang disyariatkan dalam istinja dan Hal-hal yang dilarang dalam istinja
DAFTAR PUSTAKA
Sayyid Sabiq. Fiqih Sunnah. Jilid 1-2. Bandung: PT Al- Ma’arif, Cet 3.
Dr. H. Nasrun Harun, MA. 2000. Fiqh Muamalat. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Faisal Abdi. 2008. Thaharah dari Hadats dan Najis (online) http://4moslem.wordpress.com/2008/11/04/thaharah-dari-hadats-dan-najis/ Jum’at, 20 Mei 2011
Madarik Yahya. 2009. Tata Cara Bersuci (online) http://madarikyahya.wordpress.com/2009/10/20/tata-cara-bersuci/ Jum’at, 20 Mei 2011
Abu Muawiyah. 2008. Adab-Adab Istinja (Buang Air) (online) http://al-atsariyyah.com/adab-adab-istinja-buang-air.html Jum’at, 20 Mei 2011
Link Download Gratis:
Outline : http://adf.ly/1LpQHD
Bab 1 : http://adf.ly/1LpQYS
Bab 2 : http://adf.ly/1LpQdS
Bab 3 : http://adf.ly/1LpQjz
Daftar Pustaka: http://adf.ly/1LpQrs

No comments:
Post a Comment